MENDUNG SORE

Sunday, December 4, 2016

Pengantin Bergaun Ironis

Ini adalah cerita seorang pengantin. Pengantin yang harus fitting gaun nya satu minggu sebelum perkawinan. Pengantin yang wajib mengadakan resepsi pernikahan demi memenuhi ekspektasi pernikahan budaya ketimuran, budaya dimana dia berasal. 

Pengantin ini berbeda dengan pengantin lainnya. Badannya tidak tinggi semampai. Tapi otaknya pandai. Kulitnya tidak seputih salju. Tapi prestasi nya selalu maju.  

Sayangnya, orang-orang di sekitarnya tidak terlalu peduli dengan prestasi dan rencana hidup nya yang matang. 

Pengantin sebenarnya sangat berat hati untuk fitting baju. Terlebih lagi malas untuk balik ke negara asalnya. Karena dia tahu, keluarga dan teman-teman nya lebih mementingkan kecantikan fisik nya lebih dari apapun. 

Orang di sekitarnya tidak peduli tentang cerita perjuangan dan kekhawatiran nya selama menjadi perantau. Mereka lebih tertarik mendengar resep melangsingkan badan yang instan dan resep punya momongan yang cepat. 

Akhirnya siang ini pengantin menabahkan diri untuk fitting baju ditemani segelintir keluarga inti nya. 

Sapaan pertama dari asisten bridal untuk sang pengantin adalah, “Wah gendutan ya?”

Sang pengantin masih berusaha untuk sabar. Karena banyak yang bilang ke pengantin bahwa komentar itu NORMAL di Indonesia. 

Tidak lama, komentar di dalam dan luar ruang ganti semakin seru. Termasuk komentar, “Wah kulitnya iteman yah? Gimana nih mau jadi pengantin kok begini?

Pengantin mulai geram.

Saat ruang ganti dibuka, semua orang diluar cekikikan. Cekikikan karena gaun yang pengantin pakai tidak muat, tidak bisa dikancing.

Yang lebih sedih, anggota keluarga nya juga ikut cekikikan. Mungkin pemandangan yang dilihat mereka lucu, seperti melihat kue lepet yang diikat tali terlalu ketat.

Kesabaran pengantin pun habis dan akhirnya terucaplah kalimat, "Jadi saya mesti ngapain? Batal nikah gitu? Gak sopan yah dari tadi mulutnya."

Akhirnya mereka yang otak nya ada di pantat seperti udang pun diam. 

Pengantin itu tentu saja... saya. 

Banyak reaksi yang mungkin akan saya dapat dari tulisan ini atau respon saya yang mungkin dianggap berlebihan dan tidak sopan. 

Kita mungkin bisa berdebat seharian untuk membuktikan bahwa apa yang saya lakukan dan percaya itu benar. Tapi saya rasa itu tidak ada gunanya. 

Tujuan saya untuk menulis cerita ini bukan untuk menunjukkan betapa hebatnya saya bisa bentak orang. Tapi saya berharap wanita diluar sana bisa speak up untuk dirinya sendiri saat kalian cuma dihargai sebatas penampilan dan bukan otak atau kepribadian kalian. 

Kalau saya hanya dihargai lewat tubuh saya, apa bedanya saya dengan pelacur?

Dan jika kalian tidak bisa menerima teman, pacar, saudara atau anak kalian apa adanya, apa bedanya kalian dengan binatang?

Mungkin anjing saja tidak pernah berkomentar ke pemiliknya bahwa pemiliknya gendut, jelek, cacat atau lain sebagainya.

Tersinggung?

Ya, saya rasa itu wajar. Karena itu reaksi natural manusia yang sulit menelisik lebih dalam ke dirinya. 

Bahwa sebenarnya ada rasa muak saat mereka melihat diri mereka di depan kaca.

Sayangnya, beberapa orang memilih untuk tidak dewasa dan mengajak orang lain untuk bergabung dengan mereka. Mungkin manifestasi nya adalah mengomentari hidup orang agar hidup mereka jauh terlihat lebih "mendingan".  

Saya sudah menerima diri saya apa adanya. Tapi sayangnya tidak untuk beberapa orang di sekitar saya. 

Yang membuat saya menangis dan marah adalah kenapa hal ini dianggap menjadi normal? Kenapa yang dikomentari malah tidak berhak untuk marah dan speak up?

Banyak yang menyarankan saya bahwa saya tidak perlu mendengar omongan orang. 

Tapi menurut saya, diam dan pengecut itu sangat berbeda tipis. 

Betul-betul ada yang salah sama otak dan mental kita yang merasa berhak untuk mengomentari hidup orang semena-mena. 

Saya tidak khawatir postingan ini akhirnya bakal berujung ke siapa dan kemana. Saya lebih khawatir kalau saya harus menjadi penjilat yang berusaha membuat semua pembaca saya senang tapi tidak pernah berpikir kritis. 

Mungkin cuma ada satu alasan maaf yang bisa saya ucapkan. 

Maaf saya sudah menentang ekspektasi ideal pengantin pada umumnya. Saya seharusnya menutupi lemak di perut dengan tas besar bermerk LV. 

Tapi yang ada saya malah upload foto tubuh saya yang bergelambir dengan beha dan celana dalam. 

Alasan saya meng-upload foto ini karena saya merasa lebih seperti ditelanjangi dan dipermalukan saat saya memakai gaun pengantin saya. 

Ironis. 


Saturday, November 19, 2016

Komentar Tidak Etis

WARNING: 
Postingan berikut ini mengandung beberapa kalimat yang cukup sensitif dan vulgar. Jadi kalo kalian sulit untuk menelaah makna lebih dibalik postingan vulgar ini, mohon cari postingan yang lebih menghibur. 

Tanggal 29 November 2016... hari dimana gw akan menginjakkan kaki ke tanah air Indonesah untuk kesekian kali nya. Kali ini untuk urusan yang genting, yaitu untuk urusin resepsi pernikahan saya dan si doi pada tanggal 10 Desember. Kalo kalian gak dapet undangan nya, itu artinya kita gak deket-deket amat atau kita selama ini berteman tapi hanya basa basi. Jadi mohon dipahami.

Ngomongin soal resepsi nikah, pada umumnya pasti sang calon pengantin bakal merawat tubuh, ngurusin badan, putihin kulit, operasi muka, pergi ke Mars, dll. Sayangnya yang terjadi sama gw adalah kebalikannya. Gw menggendut, menghitam dan gak ada biaya buat operasi muka.

Bridesmaids gw juga menarik. Bentuk tubuh bridesmaids gw ada yang dari skala imut sampe bombastis. Pastinya beda banget sama tipikal bridesmaids imut macam girl band Korea yang sering kita lihat di Instagram. Jangan lupa foto nya dibubuhi dengan ratusan hashtags #girl #pretty #famous #rich #BFFinheavenandhell

Karena badan bridesmaids gw yang beragam, alhasil kita lumayan repot buat cari baju bridesmaids. Salah satu bridesmaids gw sempet meragukan role nya karena perkara badan nya - "biasa" nya bridesmaids kan badannya imut, "biasa" nya kan pengantin cari bridesmaids yang putih dan langsing biar bagus pas di foto. Dan banyak banget hal yang selama ini mungkin kita anggep normal dan rasanya "aneh" kalo gak diikutin.

Banyak lagi hal "BIASA" yang lainnya di luar dari perkara nikah: "Biasanya umur 20an udah married kan? Punya mobil kan? Punya anak kan?"  Dan... silahkan tambahin pertanyaan dan asumsi tolol lainnya sesuai selera anda.

Untuk semua orang yang udah muak sama sentimen berikut, tenang... anda tidak sendirian. Jujur komentar yang dianggap "gak penting" ini sering banget dilontarkan banyak orang kepo yang kehabisan topik pembicaraan.

Komentar macam ini pun sering banget bikin gw jadi males balik Indo. Karena masih banyak orang yang cuma ngelihat cewek cuma dari bentuk fisik sama berapa banyak keturunan yang bisa dia hasilkan.

Gw udah terlalu sering lihat nyokap-nyokap yang males keluar rumah pasca lahiran karena komentar yang sering dilontarin ke para ibu dari orang-orang yang gak ada otak nya, "Kamu kok gendut banget ya?"  Seakan-akan dengan kasih komentar itu bikin yang nanya jadi makin cakep.

Orang-orang yang gak ada otak ini mungkin lupa kalo sang ibu mengandung seonggok manusia dan bukan mengandung seekor kucing.

Menurut gw perkara komentar gak etis macam ini bukan hal yang kecil. Gak semua orang bisa sembarangan tanya dan komentar hal personal tentang seseorang seenak jidat. Kalo misalnya semua orang bisa ngomong semaunya, gw bisa aja dong kasih komentar...

"Tante mukanya keriputan. Jarang dikasih "jatah" ya sama suami? Biasa seminggu nge-seks berapa kali sih?"

Terlalu kurang ajar ya?

Iya memang.

Dan menurut gw komentar kaya gitu sama aja kayak orang yang komentarin badan ibu-ibu yang baru ngelahirin, komentarin badan bridesmaids yang gak "imut", komentarin badan pengantin kurang ini dan kurang itu, interogasi orang kenapa belom punya anak, dan ratusan komentar kurang ajar lainnya.

Gw gak tau bakal denger komentar macam apa nanti nya menjelang resepsi. Bisa jadi bagus, bisa juga yang aneh bin ajaib.

Yang pasti kalo ada orang yang melontarkan pertanyaan umum seperti: "Kapan punya anak? Loh gendutan ya? Kok iteman?"  Gw sudah menyiapkan respon yang tidak akan pernah terlupakan, sekaligus bikin orang yang nanya belajar buat menyeimbangkan kecepatan otak dan lidah sebelum berbicara.

Untuk menutupi postingan berikut, gw cuma berharap postingan ini bikin kita semua mikir sebelum nanya atau kasih komentar ke orang lain. Gw gak bilang gw "perfectly" jaga mulut gw dan berhati suci seperti malaikat. Iya, gw judge orang. Gw kadang suka komentar gak pake otak. Tapi gw selalu usaha untuk intropeksi dan do better next time.

Untuk para pembaca yang sedang atau sering dilontarkan komentar-komentar yang tidak etis, tolong pakai situasi ini sebagai kesempatan buat jadi lebih kreatif dan berguna - kreatif dalam merespon lewat humor dan ironi, sekaligus berguna juga buat jadi pembelajaran untuk orang yang nanya.

Yang lebih penting, pakai kesempatan ini buat belajar nerima diri kita apa adanya.

Harga dirimu tidak bergantung dari orang-orang yang sulit menyeimbangkan kecepatan otak dan lidah mereka sebelum berbicara. 

Terakhir, berikut foto di bawah ini sebagai hadiah buat orang yang berkali-kali mikir gw hamil padahal gw cuma gendutan:


Hamil si lemak sejak 2010. Puas?








Saturday, October 29, 2016

Hati-Hati dengan Asumsi

Sesuai dengan janji yang sudah gw haturkan lewat Path, malam ini gw akan menceritakan perjuangan gw buat apply beasiswa LPDP. Apa itu LPDP? Silahkan gunakan skill komunikasi anda untuk bertanya pada mbah Google.

Mari kita mulai. 

Gw gak pernah kebayang buat apply beasiswa. Karena menurut gw beasiswa tuh susah banget dan itu hanya untuk rakyat jelata yang tidak mampu bersekolah. Tapi akhirnya gw memutuskan untuk apply beasiswa untuk pertama kalinya. Berikut alasannya:

1. Tingkat kecerdasan dan kegigihan belajar sudah meningkat 
2. Sekarang gw termasuk golongan rakyat jelata yang tak mampu bersekolah :') 

Gw tau beasiswa ini for the first time pas lagi berkunjung ke Albany bareng suami. Letaknya di selatan dengan bujur lintang 175,31 derajat. Yah intinya jauh dah dari Perth. 

Weekend itu lagi ada food and wine festival. Berhubung di kota itu hiburannya cuma makan, jadi kita dateng lah ke festival itu. Mungkin bacot gw lumayan gede yah sampe2 pas kita lagi antri wine tiba2 ada orang yang nepok bahu gw trus ngomong, "Ehh.... orang indo juga yah?!" 

Disitu lah gw berkenalan sama perantau dari Indo yang memutuskan untuk belajar ecotourism di Albany. Sebut saja namanya Putri Laut (PL). Setelah ngobrol panjanngggg banget sama PL, akhirnya gw tau kalo dia ternyata belajar di Aussie melalui beasiswa LPDP. 

Sejak itu beasiswa LPDP terngiang-ngiang di otak gw karena beasiswa nya jauh lebih approachable (gak ada kuota) dan pilihan studinya lebih banyak dibanding beasiswa lainnya. Plus beasiswa nya buka 4 periode selama setahun. Azeik kan. 

Setelah mikir kebanyakan, ragu, takut, bingung, males, galau... bulatlah sudah tekad gw buat apply di periode ke-4 yang pendaftarannya tutup di pertengahan Oktober. Walaupun udah berbulan2 gw mikirin pilihan kampus, jurusan, draft buat essai dan so on... tapi menuangkan ide yang ada dari otak yang mumet itu tidak mudah. 

Akhirnya selama 2 minggu gw ngebut urusin semuanya. Hampir tiap malem gw begadang! Rasanya kayak ngurusin exams and assignments tahun lalu pas final year di uni -.- Albert mendiskripsikan kondisi gw seperti ini:


Tanggal 27 Oktober adalah tanggal pengumuman siapa aja yang lulus tahap pertama dan bisa lanjut ke seleksi wawancara. Gw gak berharap banyak buat lolos karena hal random yang bakalan gw ceritain (sabar ya, 1 paragraf lagi teman). Gw mikir... yauda lah dari awal pun gw hanya cobain iseng2 berhadiah, jadi kalo dapet ya syukur, kalo gak dapet ya udah (Gak sih, boong, Gw sedih pasti). 

DAN... akhirnya gw mendapatkan email dari LPDP bahwa gw LULUS tahap pertama! Gw gak nyangka bisa lolos karena beberapa hal berikut:

1. Perkara Materai
Di salah satu dokumen diharuskan buat tempel materai 6000 rupiah. Nah masalahnya gw kan di Perth yeee, jadi gw bingung juga mau cari materai dimana. Sebenernya bisa sih ke embassy Indo tapi kudu bayar $35. TIGA PULUH LIMA DOLAR, SAUDARA-SAUDARA!

Jadi gw coba alternatif lain dan untung si PL kenal salah satu awardee LPDP di Perth yang punya segepok materai 6000 dan gw bisa mendapatkannya secara gratis. Berhubung gw manusia yang mempunyai akhlak, ya gw beliin lah coklat ferrero sebagai tanda terima kasih karena si pemberi materai sudah menyelematkan dokumen gw di H-4 sebelum deadline. 

TAPI... cerita gw tidak sampai situ saja teman2. Setelah gw apply dan submit semua dokumen, gw baru sadar kalo gw belom tanda tangan di atas materai. Pas gw cek blog nya para awardee LPDP, semua pada bilang harus tanda tangan di atas materai. Jadi gw pikir... yauda tembak kepala gw aja deh pake choki-choki supaya kepala gw berlumuran coklat. 

2. Perkara Ijazah
Setelah gw siapin semua dokumen buat di unduh (kamu jangan unduh aku cembalangan - paham gak lelucon gw?), option submit pun sudah siap gw tekan. Tapi pas gw klik submit, ada masalah sama portal nya. Gw gak akan ceritain detail sebelum gw terbawa emosi, tapi ini yang paling penting... bagian riwayat pendidikan. 

Jadi so far gw isi nilai diploma sama bachelor yang dari AU. Tapi ternyata gw harus isi nilai SD SMP SMA juga. Jadi gw cobain dong masukin SD SMP SMA. Tapi nilainya gw ketik nol karena emang cuma untuk nge-test doang masih error apa gak buat submit. Dan ternyata tetep gak bisa di submit...

Gw pun memutuskan untuk menenangkan diri sejenak. 

1 jam kemudian pas gw coba dengan hal yang sama... akhirnya ke SUBMIT! Tapi... masalahnya SD SMP SMA gw nilainya NOL dongggggg. Oh my... Dan semua data yang udah di submit gak bisa di edit lagi. 

Serius dah... dari situ tingkat anxiety gw langsung meningkat. Gw rasanya pengen teriak tapi udah tengah malem, entar diomelin tetangga. Akhirnya gw hanya bisa menimbun kepala gw ke bantal dan meratapi nasib sampe jem 4 pagi. 

Kebesokannya gw memutuskan untuk mikir positif dan meyakinkan diri bahwa nilai lebih di aplikasi gw ada di essai dan kelengkapan dokumen lainnya. Plus setelah gw ceritain ke Albert dan temen gw, mereka ternyata ngakak dan gak ngatain gw tolol. Bagus deh. Itu membantu gw menertawakan situasi gw yang cukup malang. 

Sekarang gw tinggal nunggu detail tanggal interview yang bakal diadain di Jakarta. 

Sebenernya gw lagi ada di situasi yang cukup bikin deg2an. Intinya gw harus berpacu sama waktu. Karena satu dan lain hal, availability gw sekarang untuk bisa dateng interview adalah 50/50. Dan kalo gw gak bisa dateng ke interview yang udah ditentukan, gw dinyatakan gugur :(

Gw tau gw pasti sedih kalo cuma gagal karena gak bisa dateng interview. Tapi bakal lebih sedih lagi kalo gw gak bisa ambil pelajaran apapun dari pengalaman ini - baik itu lolos atau gagal. 

Dari pengalaman ini gw belajar bahwa... berhati-hati lah dengan asumsi. 

Kadang omongan yang paling jahat itu datang dari diri kita sendiri. Gw inget banget pas di tengah2 mumet nya gw urusin semua dokumen, ngelihat banyak halangan dan gak pede sama kemampuan gw, gw langsung berasumsi... 

"Yah mungkin ini bukan jalan nya buat apply sekarang. Apply periode berikutnya aja deh."

Tapi even gw apply di periode berikutnya, pasti bakalan ada aja alasan buat gw gak apply. Kemungkinan besar karena  asumsi gw yang biased sama insecurity yang udah ngejerit2 dalem hati.

After all, walaupun selama prosesnya gw pusing urusin surat keterangan kesehatan (yang sesuai peraturan harusnya diurus di RS pemerintah Indo), materai, dan plan detail rencana studi... entah gimana somehow ada aja solusi yang dateng tepat pada waktunya. It feels like it's meant to be. 

Gw akan menutup postingan ini dari quote yang gw liat di toilet temen gw (gw lagi eek loh pas baca itu, bijak banget):

"If you never try, the answer will always be no."

Gw bisa lemparin seribu alasan untuk worry sama things ahead. Tapi dari pengalaman ini gw belajar, kalo kita just focus on what we can do best in this stage, then things will turn out as it needs to be. 

Silahkan telisik apa hal yang selama ini cuma bisa kita mimpiin tapi gak pernah berani kita realisasiin.

Selamat malam dan selamat berpikir. 

"Be aware of yourself. Sometimes you tell something negative to yourself and you believe in it." - Zee Sultani.






Thursday, October 20, 2016

Perjalanan Serantang Brokoli dan Bakso

Hari ini gw memulai hari seperti berikut:
  • Ngambek-ngambek imut karena benci bangun pagi
  • Sarapan, boker, buka jendela, main hape
  • Cipika cipiki sama suami sebelum dia berangkat kerja, dan 
  • Siapin materi buat interview orang siang ini. 

Berhubung siang ini gw emang bakalan diluar rumah, jadi gw berinisiatif untuk bawa makanan dari rumah biar lebih sehat dan hemat. Tapi sebenernya gw males juga bawa makanan dari rumah karena harus buru-buru masak dan pasti makanannya udah dingin pas siang.

Setelah bolak-balik kayak setrikaan dan memetik kelopak bunga diluar taman sambil bertanya masak atau gak, masak atau gak, akhirnya gw mengikuti hati kecil ini untuk masak buat lunch.

Gw masaklah brokoli rebus, saos tomat ala-ala Itali dan bakso. Bukan bakso abang-abang yang dicampur sama daging tikus. Ini bakso versi bule yang kaya akan gizi.

Makanan pun siap dimasukin ke rantang, taro sendok dan tisu ke glad wrap dan semuanya siap dimasukin ke paper bag dengan branded keren. Kan gaya gitu pake paper bag dari merk Lui Pitong tapi dalemnya rantang makanan.

Akhirnya, pergilah gw dari rumah pagi ini buat ketemuan sama physio karena lower back gw yang super ngilu. Selesai dipijet dan di-strap kayak kardus fragile, gw pun mengisi waktu yang agak kosong sebelum interview orang dengan....... pergi ke op-shop dan ke bank buat urus credit card.

Setidaknya dengan ke bank gw lebih terlihat seperti wanita dewasa yang bertanggung jawab.

Pas gw sampe di depan op-shop, di depan toko nya ada orang homeless lagi minta duit. Berhubung gw emang ada spare $5 di dompet, gw taro lah $5 itu ke dia. Tapi pas gw liat kaleng rencengan nya, di kaleng itu cuma ada koin beberapa sen.

Setelah hampir setengah jam gw menghabiskan waktu di op-shop (dapet barang bagus loh!) dan ke bank, pikiran gw gak bisa lepas dari homeless yang tadi gw liat. Yang ada di otak gw cuma, "Tuh orang bakal makan siang pake apaan yah dengan duit segitu?" 

Dan tiba-tiba dalem hati gw ngomong, "Cing, kasih lunch lu ke dia."

Akhirnya pas keluar dari bank, gw nyamperin tuh orang lagi dan terjadilah conversation ini:

Gue: "Hey, have you got any lunch for today?"
Dia: "No."
Gue: "Well, I made my lunch this morning but you can have it if you want. I can find my lunch somewhere."

Dan demikianlah perjalanan serantang brokoli dan bakso yang gw masak tadi pagi.

Walaupun sekarang gw takut tuh homeless bule mencret karena gw taro banyak cabe di saos nya, tapi gw percaya makanan itu jatuh di orang yang tepat.

Cerita ini bukan soal sedekah. Dan terlebih lagi bukan soal kelihatan baik di depan orang lain.

Tapi ini soal percaya bahwa Tuhan bisa pake kita buat jadi berkat every single day di tengah hidup yang berasa kayak rutinitas doang.

Percaya bahwa hal yang menurut kita kecil dan gak penting ternyata bisa jadi berharga di mata orang lain.

Percaya bahwa Tuhan selalu bisa nunjukin eksistensi nya lewat hal yang random, yang kadang bikin kita bingung, gak percaya, merinding - tapi juga bahagia.

Dan sekonyol apapun... percaya lah terus sama suara Tuhan - even itu cuma untuk suruh kita bikin makanan buat bawa bekal.

Siang ini akhirnya gw ngebut mencari sushi cepat saji. Perut gw masih lapar. Pinggang gw masih sakit.

Tapi hari gw bener-bener "penuh" karena senyuman homeless itu.

Thursday, October 13, 2016

Penari Ballet yang Mencret (dan lain-lain)

AKHIRNYA... gw menepati janji buat nge-blog lagi. Maaf para sahabat, gw tenggelam dalam kesibukan selama 2 minggu ini dan finally bisa nge-blog tanpa berasa guilty hehe.

Berhubung request terbanyak dari temen-temen di Path tentang topik blog yang berikutnya adalah tentang penari ballet yang mencret (baca: gue), jadi marilah kita mulai cerita ini.

PLEASE baca ini sambil makan, biar sambil nikmat. Coba deh makan apa gitu yang tekstur nya lembek dan berwarna coklat, jadi biar makin menjiwai.

So... kalo kalian melihat kehidupan gw di Facebook beberapa tahun belakangan ini, hidup gw dipenuhi dengan menari. Dan to be honest, gw juga gak nyangka dari nari yang dimulai awalnya karena gw bosen di Perth bisa menghantarkan gw menang lomba, juara 1 dan dalam dua kali pula! Finally, untuk pertama kalinya di dalam hidup gw, gw gak menang perlombaan 17 Agustusan doang :')

Tapi kurang komplit rasanya kalo belom mendengar cerita hina di balik euphoria perjalanan nari gw. Gw percaya nilai jual seseorang itu bukan ceritain yang sukses2 aja, tapi ceritain yang hina juga. So, malam ini gw akan menceritakan tentang perjalanan nari gw dari kecil sampei sekarang.

MASA TK

Gw pertama kali nari pas umur 4 tahun karena waktu itu harus ambil ekstrakulikuler. Alasan gw ambil nari karena emang dari dulu gw suka dengerin lagu. Tapi lagu nya yang hip hop yow yow whatsup gitu. Maklum kan masih jaman MTV sama Channel V.

Pas gw masuk kelasnya pertama kali, di bayangan gw bakal tarian heboh yang hip hop gitu. Ehhh gak taunya malah tarian selow macam ballet dong. Jauh banget gak sih? Itu perbandingan jauhnya kayak bilang si Raisa, penyanyi bersuara malaikat, sebenernya saudara kembar gw.

Akhirnya yauda lah, gw paksain untuk coba. Nah ini info yang mesti lu denger lebih lagi. Jadi entah kenapa nih ya, pencernaan gw tuh sensitif kalo denger lagu selow. Tiap denger lagu selow pasti perut gw langsung pengen eek gitu. BENERAN gw gak ngerti kenapa dan kadang itu masih terjadi sampe sekarang.

Dan inilah yang terjadi.

Hari itu gw emang lagi agak diare. Pencernaan gw pas masih kecil emang agak hina. Kata nyokap sih karena pas umur 3, mbak gw pakein telor rebus gw sama micin, bukan sama garem. Selain mempengaruhi kecerdasan otak, ternyata micin juga mempengaruhi pencernaan gw.

Pas lagi kelas nari, kita kayak diajarin semacam gerakan ballet gitu deh. NAH udah deh, udah lagunya selow, gerakannya lamban, perut gw makin berulah DAN keluarlah cairan berwarna coklat kekuningan itu dari celana gw. Akhirnya si mbak Ai (duta cebokin anak2 di sekolah gw) langsung gendong gw keluar terus gw ditaro di tong sampah.

Gak deh, becanda. Iya dia keluarin gw dari kelas terus cebokin gw. Akhirnya sejak itu gw gak mau nari lagi deh karena semua orang tau gw mencret.

MASA SD

Pas SD, gw suka ikutan drama sekolah gitu. Terus waktu kelas 4 SD gw dipilih buat jadi salah satu malaikat yang dateng ke Yusuf dalam rangka menenangkan Yusuf yang kaget Maria tekdung diluar nikah. Gw seneng banget sama peran itu karena akhirnya gw tidak lagi memainkan peran antagonis yang suka merebut jajanan teman di kantin sekolah.

Yang gw gak seneng sih satu... Pas tau bajunya mesti pake baju ballet. Gila... kalo lu pernah liat gw SD, gw tuh gede nya kayak apa tau. Kelas 4 SD aja berat gw 50 kiloan, terus disuruh pake baju ballet???

Akhirnya yauda lah mau gak mau demi profesionalisme, gw pake juga tuh baju ballet. Dan gw beneran kayak kue lepet. Lemak gw udah menjerit, "Bebaskan aku!" Dan itu terakhir kali nya gw nari pas SD.

MASA SMP

Ini masa2 alay nih. Sobat2 SMP gw pasti tau kenajisan apa yang kita perbuat pas SMP. Yang pasti kita pernah koreograf tarian buat perpisahan SMP gitu, nariin lagunya Audi yang liriknya ada sahabat2 nya dah.

Terus pas SMP 3, gw pernah hampir tampil bersama beberapa sobat lainnya buat perform di Agustusan komplek gw dong. Nari modern dance gitu. Anjir kebayang gak sih lu bajunya minim pake tank top gitu terus diliatin abang2? Akhirnya gw menyerah di tengah latihan. Plus pas gw cobain latihan beberapa minggu, gw udah kayak ulet keket. Jelek banget dah.

MASA SMA

Pas SMA, gw mencoba tarian sanggar di gereja. Jadi itu gabung dah... kadang ada tamborin, nari selow, and modern dance. Kali ini untung gw gak mencret tiap kebagian nari selow. Kayaknya perjalanan nari gw selama remaja yang paling fun dan mendingan yah yang ini deh.

Gak gitu banyak yang aneh, kecuali pas gw nari tamborin. Gw cobain nari tamborin terus cara gw mukul tamborin kayaknya kurang elegan. Jadi suaranya malah kayak kaleng rombeng.

MASA TIDAK REMAJA LAGI

Nah ini pas gw nari di Perth sejak 3,5 taun lalu. Intinya gw suka Swing dancing karena history di balik tarian itu, lagu nya, and punya kesempatan untuk dress up pake barang2 vintage. Kayaknya sejak nari, skill make up, hair do dan vintage style gw langsung meningkat pesat.

Tapi emang yah, kayaknya dewi fortuna tidak memihak kepada gw. Ada kejadian hina pas lagi gw compete untuk kedua kali nya di April ini. Jadi hari itu gw bawa baju ganti karena itu tempat nari kayak ruangan sauna. Akhrinya gw pake dress gitu tapi pendek. Bodohnya gw lupa dong bawa shorts daleman. DAN... terjadi lah sudah.

Pas gw dipanggil final, lagunya tuh cepet banget and gw tau rok gw udah kemana2 karena gw berasa kok area pantat gw kayaknya tiba2 sejuk berangin gitu yaa... hmm, mencurigakan. Tapi yauda lah, udah di tengah panggung, gak mungkin juga gw ijin juri mau benerin baju.

Singkat cerita, pas gw di announce menang, temen2 gw at the end bilang congrats and ada yang laporan, "Hey you 'flash' us when you danced! I can see your bum." HAHA. Abis itu gw ngakak, terus gw bilang iya sebenernya gw udah berasa sih. Cuma mau gimana,.. wanita sekarang harus bermental baja.

Di moment seperti ini gw mau berterima kasih kepada ibunda tercinta, mama toha. Karena dia yang selalu ngomelin gw kalo kolor gw jelek2. Aduh girls tau kan betapa enaknya pake barang yang udah belel and robek gitu? Kayak pacaran sama cowok tukang selingkuh tapi gak tega putusinnya (mengarang bebas). Nah itu yang gw rasakan juga sama kolor2 gw. Rasanya pake kolor belel tuh gak mengekang kebebasan gw dalam beraktivitas.

Nyokap gw kayak tukang inspeksi kolor. Seriusan nih yee tiap gw libur ke Indo and udah bersiap buat balik lagi ke Perth, koper gw digeledah ama nyokap and kolor gw diliatin satu2. Kalo jelek langsung dibuang terus besokannya gw diajak beli kolor baru. Alasan nyokap tiap kali gw tanya kenapa gw harus punya kolor bagus:

"Kan malu kalo kamu lagi jemur baju di Aussie terus tetangga sama temen serumah kamu liat kolor kamu jelek."

Ya gw gak malu sih. Atau apa sebenernya gw harus malu? Bagaimana pendapat mu, teman? Karena prinsip hidup gw, "Kolor ku bukan cerminan dari kepribadianku." SIPPP... salam super.

SO, pelajaran yang gw dapat dari semua cerita ini adalah:

1. DENGAR lah kata ibu mu mengenai kolor dan hal2 lainnya. Dia maha tahu seperti YME.
2. Semua kejadian yang kelihatannya memalukan itu bisa jadi keceriaan, tergantung respon kita kayak gimana.
3. Kalo susah BAB, coba denger lagu selow. Siapa tau makin mulus pencernaannya.

SEKIAN!

Thursday, July 28, 2016

Gigi Wiro Sableng

Malam ini gw akan mendedikasikan jam tidur gw buat ngejelasin kejadian nyata yang pernah terjadi di masa belia gw. Jujur aja gw udah lama pengen ceritain ini tapi gw bingung gimana jelasinnya dalam kata-kata. Namun berhubung para sobat gw yang di Path udah request topik ini, gw akan menceritakan tragedi ini dengan sejelas-jelasnya.

Semoga kalian bisa paham postingan berikut ini.

Untuk teman-teman yang kurang mengenal gw, hidup gw entah kenapa sering dikelilingi hal yang random, abstrak dan agak liar. Kadang gw agak iba ngeliat orang tua gw yang mungkin berharap anaknya anggun seperti putri Huan Zhu.


CI LUK BA :3

Kejadian itu terjadi di siang hari, 30 menit sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Pada saat itu gw lagi ada kelas kosong dan gw memutuskan untuk nongkrong di depan kelas macam "cabe-cabean". Berikut nama pelaku dan saksi mata yang ada di tempat kejadian:

1. Pelaku: teman baik - Awe (nama gak perlu disensor lagi, pemeran utama)
2. Objek ketawaan: teman sekelas - sebut saja namanya Bakmi 
3. Pendamping: mantan - sebut saja namanya Boy 

Karena hari itu lagi kelas kosong, si Boy yang rumahnya deket sama sekolahan gw suruh dateng nyamperin gw yang lagi ada kelas kosong. Well, udah mau pulang sekolah juga jadi gw pikir biar kita bisa hengot abis sekolah. Si Boy yang masih nganggur karena nunggu semester kuliah mulai akhirnya nyamperin gw ke sekolah. 

Karena gw gak mau keliatan bertindak senonoh ngobrol berduaan doang, akhirnya gw ajak lah si Awe dan Bakmi buat gabung nemenin gw pacaran sambil ketawa-ketawa centil. Pas hari itu si Bakmi kena hukum sama salah satu guru tercinta kita di SMA gara-gara dia lupa bawa alkitab buat kebaktian di sekolah.

Karena sekolah gw agak militer, kita pasti dihukum kalo gak bawa alkitab pas kebaktian. Bakmi yang ketakutan ini pun berbuat culas. Gw lupa deh dia ngapain tapi intinya dia pura-pura bawa tas alkitab biar dari luar keliatan kayak bawa alkitab. 

Singkat cerita, si Bakmi ketawaan boong and kayaknya disuruh nyalin salah satu kitab (kayaknya Kejadian) yang bertotal 52 pasal. SADIS. Gw rasa Bakmi sempet kepikiran pengen jadi pendeta gara-gara nyalin tuh pasal. 

Balik ke tempat kejadian. 

Si Boy akhirnya dateng nyamperin gw di depan kelas. Setelah gw beri pukul-pukul manja, akhirnya gw cerita ke Boy tentang tragedi si Bakmi dan alkitab. Berhubung gw dan Awe bukan teman yang supportive, kita lebih milih ngetawain Bakmi and ngata-ngatain Bakmi bodoh karena ketawan boong. HAHAH anjir jahat. Sorry, Bakmi. 

Pas gw sama Awe ngakak, entah kenapa kita ketawa LEBAY banget. Padahal setelah gw pikir-pikir itu gak lucu-lucu amat dah. Pas kita ngakak, posisi kita spertinya agak aneh. Yang gw inget posisi kepala gw lagi cekikikan sambil nunduk and Awe entah kenapa ketawa di atas kepala gw. Kebayang gak?

NAH yang masih gw gak ngerti, ngapain juga Awe ketawa di atas kepala gw? Apakah dia ingin seperti malaikat yang ingin menaungi kepala gw? I don't know. Tapi intinya, gw ngangkat kepala gw dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya dan tiba-tiba... BANGGGG!

Serius gw pikir pas gw ketawa, atap sekolah gw runtuh apa gempa bumi gitu. Karena itu suara BANGGGG berasa banget di kepala gw sampe ngedengung. Gw langsung pegangin kepala gw karena kepala gw langsung PUSING banget. Dan berikut kurang lebih dialog yang terjadi di antara kita semua:

Gue: "Duh, itu gw ngebentur apaan??? Kepala gw pusing banget."
Bakmi:  "Gila, Cing! Tadi kepala lu ngebentur mulut si Awe!"
Gue: "Hah? Kok bisa? Anjrit. We, lu gak kenapa-kenapa mulut nya?"
Awe: "Ngongagngoga hahuhaha gong gong meong." (translate: gw gak bisa ngomong)
Bakmi:  "We, coba buka mulut lu!"

DAN dari gusi si Awe keluar darah lumayan banyak. Karena kita semua kumpulan manusia hina, kita malah ketawain Awe.

Gue: "Gila, We! Gw jadi tadi nabrak gigi lu! Pantes kepala gw pusing banget!"
Awe: (sambil ngangguk) "Ngingi hua huha nga hit" (translate: Gigi gw juga sakit)

Nah untung si Boy otaknya masih jalan. 

Boy:  "Cing, itu gigi nya si Awe ampe berdarah gitu. Mending lu coba cek kepala lu juga."
Gue:"Yah gak mungkin kenapa-napa lah. Cuma kebentur doang gak mungkin kepala gw berdarah." (sambil megangin kepala dan jawab dengan pede) 
Boy: "Hmmm... mending coba cek sih, Cing."

Karena gw wanita yang patuh dan soleha akhirnya gw turuti nasihat bijak si Boy dan ternyata... telapak tangan gw udah penuh sama DARAH. Gw masih inget betapa shock nya gw and gw langsung ngejerit histeris ke Boy, "GILAAAA KEPALA GW BERDARAH!"

TETTTTTT........

Bel pun berbunyi dan DRAMA dimulai. Satu kelas gw yang baru keluar langsung diperhadapkan sama pemandangan: kepala gw dan gigi awe berdarah. Semua gak bisa ngerti apa yang terjadi dan kita gak sempet ngejelasin lagi kronologi nya. 

Bakmi sama Boy cuma sempet ngomong seadanya, "Kepala si Acing nabrak giginya Awe." 

Dan seinget gw mereka jawabin itu sepanjang perjalanan gw dari kelas ke UKS. Sangat memalukan. Gw udah gak sempet liat ekspresi temen-temen gw pas denger jawaban itu, tapi gw bisa denger suara mereka. Either mereka ngomong, "HA?" (cengo) atau "HAHAHHA KOK BISA?!" (ngakak). 

Sampai lah gw di UKS dan diurus sama ibu Tata Usaha yang bikin gw makin panik. Masa pas dia ngeliat luka gw, dia bilang kepala gw harus dijahit and dibotakin. Eek. Akhirnya gw makin panik dan nangis histeris. 

Jujur aja gw lupa siapa yang boncengin gw pulang hari itu. Tapi gw inget pas gw sampe rumah, mama gw udah cengo ngeliatin gw yang lagi nangis sambil liat kepala gw di plester. Nyokap gw nanya kenape dan gw cuma bisa jawab, "Kepala Acing kebentur gigi nya Awe pas ketawa."

Dan memang ya ibu Bangka itu hatinya dari baja. Bukannya gw disambut dengan penuh kasih sayang, gw malah diketawain nyokap terus malah diceramahin, "Makanya lu tuh di sekolah ya belajar, jangan maen mulu." Nyokap pun langsung sibuk cerita tentang insiden gw ke bokap sambil ngakak. 

Malemnya gw ke dokter buat periksa kepala gw dan akhirnya dokter pun ngetawain gw juga pas tau kepala gw bocor gara-gara kena gigi temen gw. Gw inget kepala gw pusing dan sakit banget sampe berjam-jam. Gw rasa itu lebih karena malu dan bukan karena gigi kapak si Awe macam kapak nya Wiro Sableng. 


CIAAAAT

Singkat cerita akhirnya rambut gw digunting dikit, kepala gw yang luka dikasih hansaplast dan gw dicekokin antibiotik - just in case gigi nya si Awe penuh kuman dan bakteri yang bisa mempengaruhi fungsi otak gw. Kalo mau lebih jijik lagi, bentuk luka gw persis kayak gigi Awe - semacam bentuk roti yang abis digigit. KZL KAN. 

Pas gw balik sekolah dua hari berikutnya, gw dan Awe udah kayak artis karena semua orang masih gak ngerti sama reka kejadian nya dan gw sama Awe harus press conference berkali-kali di kantin buat jelasin bahwa ini semua hanya salah paham. 

Selain menjadi artis, gw juga berasa seperti gembel. Gw gak bisa keramas hampir seminggu karena harus nunggu luka gw kering dan rambut gw udah berminyak banget. Gw rasa dari rambut gw itu bisa supply minyak goreng ke si Kesi (mbak tukang gorengan) buat ngegoreng tempe ama bakwan di kantin. 

Yah begitulah kisah gw di SMA. 

Jujur itu insiden paling absurd, nyeremin dan unik. Itu pertama (dan semoga terakhir) kalinya kepala gw bocor... karena kena gigi. Gak elegan banget.

Gw dan Awe masih tetap berteman baik dan insiden itu menjadi simbol kuat persahabatan kita untuk sekarang dan seterusnya. Si Bakmi sekarang sudah menjadi pendeta dan si Boy sudah menjadi dokter bedah otak di Kanada. 

Ini cerita absurd ku, kalau kamu apa?







Tuesday, July 19, 2016

Si Bandit Pokemon

Halo, apa kabar semuanya?

Kabar gw sekarang kurang baik. Di Perth dingin banget dan gw sakit-sakitan macam wanita Korea. Hari ini juga gw kentut2 hampir non-stop karena perut gw ber-gas banget. Maklum... penyakit "bulanan" wanita. Karena itu juga gw belakangan ini mood swing banget. Satu menit rasanya pengen gampar orang dan menit berikutnya gw mau nangis cuma karena liat video orang lagi masak.

Untuk bikin mood gw better gw akan ngeblog tentang Pokemon. Man, Pokemon lagi happening banget gak sihhhh... Well, sayangnya gw gak ikutan main. Tapi gw mau cerita tentang masa muda gw saat main Pokemon 16 tahun lalu. YASH. Aku jadi berasa tua.

Cerita Pokemon yang satu ini agak bandit. Sebelumnya, gw mau minta maaf dulu sama Encang, tukang jualan jajanan yang gw kelabui di masa SD gue. Nanti kalian akan mengerti sepenuhnya kenapa permintaan maaf ini wajib dihaturkan.

16 TAHUN LALU

Di sekolah gw dulu, kita punya tukang jajanan tenar namanya Encang. Well, kayaknya itu bukan nama aslinya sih tapi mungkin itu nama artis dia yang lebih terdengar catchy dibanding sama tukang jajanan sekolah lainnya.

Jajanan Encang selalu enakkkkk dengan beraneka ragam jajanan penuh MSG yang mampu menurunkan daya pikir anak-anak Indonesia. Warung si Encang selalu paling laris dan semua anak ngerubutin warung nya macam anak remaja nonton boyband Korea.

Sayangnya gw bukan lah anak yang bisa jajan semau nya karena waktu itu keluarga gw hidup susah. Kita cuma mampu makan nasi pake keripik bawang dan kecap tiap hari. Jadi gak heran gw jarang dikasih uang jajan.

Tapi satu harapan yang membara di hati anak miskin ini adalah... nyomotin jajanan temen yang beli ANAK MAS RASA KEJU di sekolah. Oh man, itu ganja. Serius nagih banget! Untuk kalian yang belom hidup di jaman itu atau jajanan nya gak sekampungan gue, inilah wujud Anak Mas Rasa Keju...


CUTE YAH

Singkat cerita, semua anak pada jaman itu juga lagi tergila-gila main Pokemon. Karena teknologi gak secanggih sekarang, dulu kita mainnya pake kartu atau iseng beli duit mainan gambar Pokemon biar kayaknya keliatan ngikutin tren gituh. Akhirnya iseng lah gw beli duit-duitan Pokemon karena Pikachu nya lucu. 

Setelah gw mengoleksi cukup banyak uang mainan Pokemon, gw merasa lebih kaya walaupun gw tau tuh duit juga gak bisa dipake buat beli apa-apa. TAPI... saya salah. Ternyata duit mainan itu bisa dipakai untuk beli sesuatu...

Ide ini muncul dari otak koko gw sama temen nya yang agak "bocor". Waktu itu koko gw tau kalo gw koleksi banyak duit Pokemon, terus dia bilang... 

"Cing, lu mau coba sesuatu gak sama duit Pokemon lu?"

Lalu gw pun yang lugu penasaran dan mulai tanya detail tentang ide cemerlang dari engko gw. Koko gw bilang, "Lu coba deh jajan di Encang tapi bayarnya pake duit Pokemon." BAM! IDE BAGUS... 

Dalem hati gw mikir ini kesempatan langka gw buat jajan Anak Mas Rasa Keju dengan GRATIS. Tapi hati kecil gw ragu karena gw tau itu sama aja kayak nyolong. 

Namun karena "bermain api" memang lebih menantang, akhirnya gw tanya sama engko gw cara detail buat beli jajanan si Encang pake duit Pokemon. 

Kebesokan nya pas gw bangun pagi, gw udah bertekad buat mewujudkan impian gw... ngunyah Anak Mas Rasa Keju di saat bel istirahat berbunyi. Hari itu hati gw gundah gulana. Tapi apapun yang terjadi, gw tidak boleh menyerah. 

Gw pun berangkat sekolah dan tidak lupa membawa segepok uang Pokemon di dompet imut. Pas bel istirahat berbunyi, gw langsung menjalankan rencana gw. Koko gw bilang waktu itu, bayar ke Encang pake duit Pokemon pas dia lagi dikerubutin banyak anak-anak yang mau beli jajanan juga. Jadi pas dia lagi sibuk ngelayanin pelanggan, gw langsung cepet-cepet "bayar" jajanan impian gw pake duit Pokemon yang udah dilipet-lipet dan terlihat seperti uang rupiah beneran. 

DAN AKHIRNYA 

Rencana berjalan sukses. Gw lari cepet banget setelah "bayar" jajanan impian pake uang Pokemon dengan ketek yang basah karena grogi takut digebuk massa. Dan terjadilah sudah... tindakan kriminal pertama yang gw lakukan saat gw masih kelas 2 SD. 

Sekian ceritanya. Maaf, Encang. Aku cuma ingin mengejar jajanan impian. Aku khilaf. 

Ini tindak kriminal ku, kalo kamu apa?



Saturday, June 25, 2016

The Beauty of Death

Malam ini gw sendirian di rumah dan akan membahas tentang kematian. Aku tidak takut karena aku ada Tuhan Yesus. HAHA. Gak deh. Gw gak takut soalnya gw gak bakal cerita tentang syaitan.

Postingan malam ini akan meliput sekitar pengalaman gw tentang kematian, rumah duka dan apa aja yang gw pelajari dari hal itu. Kenapa gw pilih topik kematian?

Karena menurut gw masih banyak orang yang mikir kematian adalah suatu hal yang taboo, terlalu emosional dan aneh buat dibahas. Padahal kematian itu will always be the reality of our lives, yet we try so hard to deny it.

APHO & AKUNG

Pertama, gw akan menceritakan tentang pengalaman gw pas masih kecil menghadapi segala sesuatu yang berbau kematian. Kung2 (kakek) gw meninggal waktu gw umur 5 and pho2 (nenek) gw meninggal pas gw umur 8. Gw inget nyokap gw hidupnya rempong banget karena dia yang urusin kung2 and pho2 gw.

Singkat cerita, kita balik lah setiap kali ke Bangka saat mereka meninggal karena itu kampung halaman mereka. Gw inget lari2an di kuburan Tionghua jaman dulu bareng sodara, ngebakarin kertas sembahyangan, badan bau dupa, dan makan babi sama kelapa (SEGAAAAAR).

Gw inget juga tiap lagi di Bangka, gw nemuin banyak perabotan jaman dulu di rumah pho2 kung2 (the spark of my vintage spirit), kasih makan ayam sama babi, main sepeda di hutan, dan the fun part: cerita setan bareng sodara2 sebelum tidur. Yang ini gw gak bakal ceritain detail dah yaaaah HAHA.

Gw juga inget tiap ke kuburan, gw felt so fascinated tiap liat detail orang meninggal di batu nisan. Gw selalu penasaran sama history orang itu, dimana family nya sekarang, dan kenapa orang itu meninggal.

Gw pernah kaget banget pas liat ada batu nisan anak kecil atau orang yang masih umur 20an. Karena saat itu gw cuma mikir kalo orang meninggal itu pasti selalu orang tua.

Dari situ gw belajar, orang ternyata bisa meninggal di umur berapa aja. (Ide bagus untuk liburan sekolah anak penuh makna: main ke kuburan).

MY TURN (GW HAMPIR MATI, BENERAN)

Waktu gw umur 5, gw kena DBD dan keadaan gw cukup sekarat. Kalo gw telat sehari aja dibawa ke rumah sakit, nasib gw bakal sama kayak anak yang sekamar dan tidur sebelahan sama gw - ke surga.

Walaupun gw udah muntah darah saat itu, tingkat keresekan gw tidak menurun dan gw masih salut sama kesabaran nyokap menghadapi anak liar ini. Gw pernah ribut sama suster karena gw gak mau makan makanan rumah sakit, tapi mau nya sate abang2.

Tiap tengah malem gw cabutin selang oksigen di hidung gw karena menurut gw itu RIBET banget. Gw berasa kayak telepon rumah, banyak kabel nyeeee. Tapi gw gak tau kalo gw cabut kelamaan, gw bisa mati. HAHA anak bodoh. Untung mama toha selalu sadar tiap gw cabut dan dimasukin lagi ke hidung mungil gw.

Tentang temen sebelah gw, sebut saja namanya Angel (cieee, bukan Bunga). Si Angel setahun lebih gede dari gw dan gw seneng banget pas liat dia dateng ke rumah sakit sehari setelah gw. Karena gw jadi ada temen buat main and rumpi tentang harga cabai di pasar.

Gw inget dia baek and dewasa banget karena dia yang bujukin gw makan dan minum susu. Kata2 yang masih gw inget dari dia, "Kamu harus minum susu biar bisa cepet pulang ke rumah."

One day di pagi hari, gw kebangun karena kamar gw berisik banget. Gw denger ada banyak dokter, suster and orang2 yang nangis atau histeris. Semuanya sibuk ke ranjang Angel.

Pas gw nengok ke arah dia, gw liat dia lagi engap2 narik napas. Punggung dia sampe naik banget and bener2 jauh dari ranjang. Gw gak ngerti dia kenapa.

Nyokap gw sadar kalo gw udah bangun dan akhirnya suruh gw tidur lagi sambil tutupin muka gw pake selimut. Semuanya warna putih dan the last thing yang gw lihat kebesokan hari nya, si Angel udah gak ada di sebelah gw.

Gw nangis karena gak ada temen lagi dan gw inget teriak ke nyokap gw, "Acing mau ikut dia."

Nyokap gw cuma bisa diem and nangis. Gw gak tau kalo kemarin itu gw baru aja liat yang namanya kematian - JRENG JRENGGGG.

DEATH IS BEAUTIFUL. DEATH IS GOD'S WORK. 

Exactly a month ago, gw and Albert balik ke Jakarta karena kita dapet kabar kalo apho nya Albert meninggal. Walaupun pas masih kecil gw cukup familiar dengan suasana duka, baru kali ini gw ngerasain perasaan yang rasanya heavy and draining banget.

Gw sedih, bingung, takut dan feel peaceful at the same time karena gw tau apho nya Albert udah di sebelah Tuhan dan gak ngerasain sakit lagi.

Gw balik ke Jakarta 4 hari dan 70% waktu gw dihabiskan di rumah duka, 25% makan, ngemil kacang, lemper dan jajanan Indonesia lainnya. Sisanya catch up sama gosip family gw dan main sama Mochi.

Ada dua hal yang gw takut selama di rumah duka. Pertama, gw gak pernah liat penutupan peti. Karena pas masih kecil, anak2 gak boleh liat itu. Kedua, gw gak pernah liat orang dikubur - again, dengan alasan yang sama.

Gw cuma mikir, gak lucu banget entar pas lagi penutupan peti atau penguburan malah gw yang pingsan atau ngejerit. Si Albert bisa KZL sama gue, haha. Jadi gw cuma doa ama Tuhan, "Dohhh please Tuhan, kuatkan hamba biar bisa kuatin suami yang super sedih juga."

Saat akhirnya tiba acara penutupan peti, yang gw takutkan ternyata gak kejadian. Phew. Tapi itu salah satu moment paling sedih yang pernah gw alamin. Gw inget pas peti nya ditutup gw cuma bisa mikir, "Okay. This is it. Gw just passed this stage. One more tomorrow, penguburan."

Pas penguburan kebesokan harinya, itu jadi moment yang paling life-changing menurut gw. It's sad, beautiful and reflective. Sad karena akhirnya kita sadar kita semua bakal mati.

Kita semua bakal ditinggal sama orang yang kita sayangin dan juga sebaliknya. Kita gak akan pernah ketemu lagi sama orang itu physically. Kita gak bisa hug dia lagi atau denger suara nya lagi.

Beautiful karena gw akhirnya bener2 ngerti bahwa God is powerful, God is the beginning and the end. And Tuhan selalu ada throughout the journey in someone's life - dari orang itu menghirup napas pertama kalinya sampe orang itu tarik napas untuk terakhirnya.

Gw percaya Tuhan pasti udah showed that person the beauty of this world - in black and white, in bad and good times.

Reflective karena that's it... That's the end of someone's life in this world. Dari kecil kita dikasih bayangan surga kayak apa tapi kita gak pernah bener2 tau the reality of it karena kita belum pernah di dimensi itu.

And... that's death. Jarak gw sama liang kubur itu cuma beberapa cm. Jarak hidup gw sama death ya... sedekat itu. Yet gw masih hidup sekarang dan gw penasaran gimana rasanya pas kita tau Tuhan udah mau panggil kita.

Apa kita bakalan nyesel karena masih banyak yang belom kita kerjain? Atau kita merasa lega karena kita udah pake waktu kita dengan sebaik2nya?

Dan gw penasaran kapan gw bakal dipanggil Tuhan. Atau kapan orang tua, suami atau orang2 yang gw sayang dipanggil Tuhan? To be honest, the more gw think and talk about it, the more gw feel ready buat ngadepin situasi itu.

Pada akhirnya semua balik lagi ke beauty of death and God's work. Gak ada yang pernah bisa tau kapan and gimana kita atau orang terdekat kita bakal mati, Mungkin untuk beberapa orang, uncertainty itu bikin mereka panik atau takut.

Menurut gw itu cara Tuhan buat ajarin kita to do our best in everything we do, and show your love and kindness to others as much as you can.

Gw gak tau besok gw masih hidup atau gak. Gw gak tau Albert yang sekarang lagi di Jakarta bakal hidup besok atau gak. Gw gak tau kapan gw bakal terima telpon dari Jakarta yang kasih kabar tentang parents gw meninggal.

Again, semua orang gak ada yang tau apa pas kita tidur, Tuhan mau suruh kita "pulang" atau gak.

Karena itu gw selalu ngerasa each moment is wonderful - bisa napas, ngetik, mikir, jalan, mandi, makan, lari, nari, dan... tidak lupa eek :3 Hehe.

Gw mau tutup postingan ini dengan quotes yang struck banget dari buku yang baru selesai gw baca hari ini, The Big Five For Life by John P. Strelecky:

"Always write the ending first. Start with life, so that you can create an existence where one day - hopefully soon - you wake up and you honestly feel that if you died that day, you'd be okay with it. Not that you want to die, but if you did, you've gotten to a place where you could die with no regrets. 

... We either write the ending we want, and then create a life that gets us there, or we end up living someone else's story, and having an ending that pales compared to the one we should have written for ourselves... It's really that simple."

And that's it... that's what I've learned from death.

Menurut gw dosa itu bukan lagi dilihat dari seberapa sering nya kita bolos gereja atau gak pelayanan. Yang lebih perlu kita khawatirin adalah saat kita ngejalanan hidup ini gak sesuai sama purpose awal Tuhan ciptain kita.

Semoga menginspirasi. ZALAM ZUPER.











Friday, June 17, 2016

Sekolah yang Berasaskan Kebenaran Tuhan. Oh Ya?

HALO!

Iya gw tau gw udah janji bakal nge-blog secara rutin, tapi gw suka kasih harapan palsu ke blog ini. Ini menjaga dinamika hubungan kita agar tetap saling benci tapi merindu. Anyway mari kita awali dengan updates kehidupan gw in the last 3 months:

1. STATUS: sudah menikah sambil diduga hamil terus-menerus padahal gw cuma gendutan doang pleaseeeee.

2. Dancing journey gw di Perth sangat lah menarik. Gw diperbolehkan sama YME untuk ngeborong 3 medal. Tak lama dari itu pun aku ditawari jadi guru nari. YASH!

3. Akhirnya gw memberanikan diri untuk start project yang gw impikan selama ini: YOUR 3 AM CALL

4. Kemarin gw ulang tahun loh! Senang akhirnya bisa ditambah 1 tahun lagi hidup di dunia ini hehe. Berita "seksi" nya adalah:

Kemaren gw ke physiotherapy buat check left knee gw yang nyut2an. Alhasil dokter kasitau bahwa Medial Collateral Ligament gw mildly torn dan gw gak boleh do any twisting or nari selama 2 minggu. Seksi kan? Gw ngerasa seksi sih denger kata "Medial Collateral Ligament".

Pas dokter nya ngomong itu entah kenapa yang ada di bayangan gw tuh ketoprak (???) Anyway, gw tetep bersyukur karena ketawan nya cepet. Berarti gw bisa prevent further injury. Nothing major anyway, gw masih bisa berjalan dengan normal.

5. SPEECH! OH yeah last Sunday gw ada kasih speech dalam rangka Shout Out program. Ada 17  anak muda belia yang kasih speech dengan different topic. Dan topik gw ada sangkut pautnya sama self-esteem dan cerita gw di SMA.

NAH INI DIA START DARI SEGALANYA... JRENG. 

Kalo orang suruh gw mendeskripsikan masa SMA gw, gw bakal bilang SMA gw itu beautiful, so much fun dan hurtful at the same time. Start dari yang manis dulu.

Dari SMA lah gw akhirnya mempererat tali persahabatan sama beberapa sohib! Yang ampe sekarang masih rela contact gw atau ajakin gw catch up kalo balik Indo. Minjemin gw uang Rupiah tiap gw balik Indo dan tetep membiarkan gw menggila seperti apa adanya.

Di masa SMA juga lah gw akhirnya punya pacar. Serius, pacar tuh big deal banget. Gw selalu mikir gw bakalan end up jadi nenek tua yang mempunyai 100 kucing di dalam rumah karena gw jelek, tolol, dan tidak menarik. Walaupun berakhir tragis, gw tetep bersyukur for that short relationship karena itu ajarin gw about life for a long term.

Di masa SMA juga kepala gw bocor berdarah gara-gara kejedot gigi temen baek gw, sebut aja namanya Acoy. Jangan tanya gw sekarang kronologi nya kayak gimana, tapi itu terjadi saat kita lagi ketawa ngakak. Lebih tepatnya ketawain orang. Mungkin gw akan berikan waktu khusus di blog ini buat menjelaskan kronologi insiden itu.

Dan di masa SMA juga gw dikatain bego sama kebanyakan guru. Dibilang hoki kalo bisa naik kelas. Ditanya kenapa cici gw pinter, tapi gw nya gak (saya anak pungut. PUAS ANDA?). Dibilang gak bisa apa-apa. Diteriakin dari ujung lorong sekolah sama yang empunya Tata Usaha karena seragam gw berantakan dikit. Dan... hampir digampar guru Mat yang sekaligus Kepsek sekolah gara-gara gw main Tetris di pelajaran 3 dimensi. Oke yang itu gw mengaku salah. HAHA.

Beberapa tahun sudah berlalu sejak gw lulus SMA. Walaupun akademik gw lumayan menyedihkan, tapi gw selalu merasa gw tetep okay karena gw termasuk di kerumunan "populer". Yah tau lah, tipikal anak OSIS jago nyontek yang gabung nya sama anak basket dan kakak kelas. Lebih tepatnya, berhasil ngebully anak-anak kutu buku yang hobi ngelapor ke guru.

Tapi gw gak pernah sadar kalo masa-masa SMA gw itu bikin negative impact di hidup gw - at least NOT until last weekend pas gw mau kasih speech. Tanpa sadar gw nangis pas bikin paragraph pertama di speech gw. Gw gak tau kenapa gw nangis.

It's a strange feeling. Tapi gw ngerasa something humiliating dan hurtful kebuka lagi - something yang selama ini gw deny, karena gw tau saat gw accept that reality, it's like telling people that I AM WEAK.

Tapi iya, gw lemah. Gw sakit hati pas guru-guru itu ketawain gw. Gw sakit hati pas mereka bilang gw gak bisa apa-apa. Atau pas mereka ngerasa gw cuma hoki kalau bisa naik kelas atau lulus ujian. Gw benci bilang the fact that their words really matter di hidup gw.

Entah lu guru, murid yang paling pinter di seantero Indonesia atau jadi murid paling goblok di seluruh Indonesia, coba pikirin lagi apa motivasi dari semua yang kita lakuin ke orang di deket kita? Banyak banget reasons nya tapi menurut gw pribadi semuanya itu balik lagi ke insecurity kita. Betapa rendah nya kita value diri kita - both good and bad.

Karena semakin kita merasa insecure, semakin gede kemungkinan buat kita sembunyiin itu dari publik dan cari "target" buat dibully. Biar orang lebih fokus sama kekurangan DIA, tapi bukan kekurangan KITA.

Looking back, apa gw masih bangga atas "achievement" gw berhasil nge-bully para nerds di sekolah? Not anymore.

Gw nge-bully karena gw sadar gw gak bisa terima kekurangan gw di akademik. Gw benci sama orang yang merasa diri mereka lebih "berpendidikan" - whatever that means, dan menurut gw semua "orang pinter" harus gw bully.

Mereka harus ngerasain betapa bitter nya gw sama guru-guru itu. Dan gw mau ngomong sorry ke orang-orang yang pernah gw bully.

Tapi apa anak-anak pinter itu salah buat belajar? Apa tipikal "anak-anak hopeless" kayak gw di SMA salah buat nge-bully? Apa guru-guru itu jahat? Atau itu emang mainstream education culture di Indonesia?

Ngomong salah atau bener gak akan ada abisnya. Tapi gw percaya dari semua hal yang orang lakuin ke kita, itu semua ada deeper meaning and background behind it. Gw gak bilang justifikasi nge-bully gw yang di atas tuh bener. Gw tau itu salah.

Tapi apa mainstream education culture di Indonesia, atau ambil contoh lebih spesifik, sekolah gw yang hymne nya berasaskan kebenaran Tuhan itu bener? 

Well, gw leave that question to you guys. 

Bisa punya courage buat akhirnya speak up tentang masa SMA gw gak berarti bikin hidup gw jadi lebih indah. Gw masih tetep struggle sama self-esteem gw. Gw masih benci dikelilingin sama orang yang status pendidikannya lebih tinggi dari gw, terlebih lagi kalo mereka merasa yang paling "the best".

Gw masih berusaha berdamai ama diri gw. Gw masih berusaha berdamai sama all those hurtful words yang keluar dari mulut guru, family, atau orang-orang terdekat yang gw pikir can do better than that.

Tapi by speaking up tentang masa SMA gw, gw cuma mau selesaiin masalah in the past dengan cara accepting that reality dan starting the discussion.

Either, you're a teacher or student... It's not okay to be bullied and it's not cool to be a bully. 

Yes, after saying all this hidup gw gak langsung jadi full of rainbow and happiness. Tapi gw tau someone out there is maybe thinking dia the most stupid person in this world. Dia gak tau mau ambil uni atau kerja apa. Exactly what happen sama gw bertahun-tahun dan gw cukup upset gak pernah ketemu sama orang yang kasih gw encouragement at that time.

Gw gak bisa ubah semua hurtful things yang udah kejadian di masa SMA gw. Tapi gw bisa bantu orang di sekitar gw untuk reflect and feel better about themselves.

SEKIAN. 

(Gw harus kembali ke kewajiban gw sebagai istri soleha. Gw harus beli sayur di supermarket deket rumah)

Thursday, February 18, 2016

Gimana rasanya udah mau married?

Pertanyaan itu udah hampir mengalahkan pertanyaan rutin dari nyokap yang udah dia lontarkan selama gw hidup:

"Kamu udah berak 2 kali sehari belom?"

Postingan berikut ini bakalan jadi jawaban panjang dari pertanyaan "Gimana rasanya udah mau married." Kalo lu pernah denger gw jawab dengan respon singkat, itu berarti gw males jelasin panjang lebar dan as usual, gw lebih bagus merangkai kata dalam tulisan :)

Apa rasanya udah mau married?

To be honest, pertanyaan ini bisa dibagi jadi dua penjelasan. Bisa tentang wedding preparation atau life after marriage. Kalo tentang wedding preparation yang di Perth, I AM REALLY EXCITED! Karena gw bisa make everything vintage dan acara nya bakal super simple. Gw jamin typical orang Jkt yang konglomerat kalo liat kawinan gw di Perth pasti bakal mikir either:

1. Gw hamil diluar nikah karena terlihat sangat terburu-buru ATAU
2. Gw sama Albert udah jatuh miskin.

Kalo wedding preparation di Jkt, to be honest I want it to be over as soon as possible karena udah kebayang banget ribet nya kayak apa. Dan... as much as gw pengen konsep vintage buat tema dekor di kawinan Jkt, pasti ada aja orang yang berasumsi bahwa VINTAGE = JADUL = MISKIN. Thanks.

Nah kalo gw mau jawab dari perspective yang lebih deep... To be honest, gw cuma bisa bilang... the more I want to make this relationship "perfect", the more I feel so anxious about it. And gimana gw manage biar gw less anxious is stop asking too much advice from others. 

Banyak yang mempertanyakan kenapa seorang Acing yang masih muda belia mau menikah di umur 23. Well, ada yang mengira gw menikah untuk mendapatkan citizenship Australia (ya Allah, mulut minta dicabein). Tapi alasan dari gw jujur aja karena it just feels right and gw tau ini sounds cheesy or cliche. Tapi I can't wait to start my new adventure with Albert. I know that I am with the man that has made the best out of me for the last 4.5 years. Yes, gw tau dia ga perfect dan there are a lot of differences between us. Tapi there is a satisfaction saat kita berdua bisa be our selves, be honest, be a human being and yet we don't kill each other walaupun kita tau kekurangan masing-masing. So far ini relationship terlama gw dan it is not an easy ride. Ada waktunya dimana kita alay, kita emo, kita hate each other, kita unintentionally hurt each other, and so on. But when I look back, gw tau bahwa kita grow together to become a better person.

To be honest, gw orang yang takut sama long life commitment aka marriage. Temen-temen gw yang udah tau gw manusia macam apa pasti mengerti kenapa :p As much as gw gak mau terlihat kayak wanita lemah di sinetron Korea, tapi gw percaya marriage is the first door to hell in your life. Ini cycle marriage di otak gw:

Bikin anak (enak) - punya anak (lu jadi gendut) - suami mulai berpaling ke wanita macam Barbie - diselingkuhin pas anak-anak masih kecil - gak bisa divorce karena harta dipegang suami- mati. 

Kenapa gw bisa mikir seperti itu?

Karena mayoritas orang yang married di sekeliling gw yah jarang yang happy ending. It's how gw make sense the meaning of marriage. Tapi setelah gw merasakan sendiri proses udah mau marriage, gw cuma bisa bilang that we need to put God first in our relationship. Please, jangan mikir gw mau mengkristenisasi para pembaca atau mau pencitraan semata. Gw ngomong ini karena gw tau... gw dan Albert itu FARRRRR from perfect. Dan gw berdua gak suci - whatever people think tentang suci. That's why kita gak bisa cuma count on each other based on emotion or feeling or mood kita. Karena gw percaya there are times pas kita sama-sama bosen liat each other atau kita udah kehabisan conversation atau api asmara mulai meredup. And we are all imperfect dan one alternative buat stay in a long relationship yah... "jajan". Bukan jajan anak mas atau citato rasa mie goreng. Tapi jajan ayam kampus atau laki brondong.

Menurut gw the more gw gak put God as a centre of our relationship, the more gw nuntut partner gw to be perfect according to my standard. Dan gw start listening advice dari orang-orang sekitar yang menurut gw subjektif banget. Gw gak bilang advice tentang relationship yang pernah gw denger itu bullshit. Tapi not all advice (even from your closest one) are really relevant karena bukan mereka yang ngejalanin. Plus, menurut gw the more lu dengerin banyak orang, the more lu put others' expectations in your relationship.

And I did that and it's so stupid.

Gw bisa talk in ages about this issue, tapi kita bahas saja di sesi yang akan datang. Intinya, don't even try to fit expectations of your parents, siblings, best friends, priests - you name it - into your relationship. Orang bisa bilang many things about what is the right/perfect Christian marriage - entah lu harus katekisasi pernikahan selama 1 tahun 5 bulan 23 jam di gereja A atau B, atau lu harus pake kalung salib pas married biar pernikahan lebih diberkati, atau lu harus menikah di hari Natal saat bulan purnama (okay ini gw mulai ngarang) hahhaha tapi you know what I mean.

Menurut gw at the end of the day perspective yang matter most itu cuma dari Tuhan - relationship lu dan partner lu sama Tuhan. PERIOD. One thing yang gw pelajarin dari dengerin advice orang, especially tentang relationship adalah some people try to force their expectations or standards into your relationship karena mereka wish they could've done it earlier in their relationship.

After all, dibilang gw siap ya gw juga gak tau siap dalam hal apa. Kalo siap untuk nikah itu kayak pertanyaan yang terlalu broad. Menurut gw there will be time gw pasti mesti adapt punya "new parents and siblings". Atau harus deal sama urusan duit. Sumpah gw really bad at saving (kalo gw jatuh miskin, itu semua karena addiction gw sama barang vintage dan makanan). Untung nya Albert mahir dalam hal keuangan dan dia melipatgandakan kekayaan rumah tangga kita (tenang, dia bukan babi ngepet).

Tapi one thing yang gw sangat bersyukur adalah Tuhan udah slowly change perspective gw about marriage in a positive way.

Short story, at the end of last year gw experienced one amazing thing. Gw bisa bilang mungkin itu miracle. Intinya there is one big moment saat gw tau God really shows me that marriage is not a curse. Tapi itu an unpredictable, surprising, beautiful journey. Tuhan gak promise it will be easy and always perfect, tapi Tuhan udah siapin the right life partner yang bisa Tuhan pake buat kasih liat tentang faith and honesty (Gw harus give credit untuk teman tercinta yang bernama Prisma Kinanti karena sudah membantu gw untuk kembali ke jalan yang benar).

Sekian post malam ini. Semoga kalau gw mengalami kerikil dalam rumah tangga di masa yang akan mendatang, gw bisa balik ke postingan ini dan gak menjadi Gone Girl.

(Albert takut banget gw jadi cewek kayak di Gone Girl karena aktor utama nya suka nulis diary dan gw juga suka nulis diary. BAM!)

(Kalo kamu selingkuhin aku, itu mungkin akan terjadi)

(Dan kita akan jadi kontroversial dan terkenal)

(Okay, mulai ngarang. STAHP IT. BYE!)

"Recently, I had dinner with my friend who would love to be married.
I shared with my friend that when I was single, I thought marriage was all about finding the right partner. I think it’s good to have a list of standards we look for in a spouse. However, it can never be with the expectation that if I find that special someone, they’ll right all my wrongs and fill up all my insecurities.
To expect another person to make me feel happy, secure and fulfilled will leave me disappointed at best and disillusioned at worst. Even a great spouse makes a very poor God.
So my friend decided instead of just focusing on finding the right partner, she would let God work on her heart to help her become the right partner." - Lysa TerKeurst


Saturday, January 23, 2016

"Kamu jadi makin kayak bule yah..."

Kalo anak-anak perantau yang menimba ilmu keluar negeri terus disuruh itung berapa kali orang sering kasih statement ini ke mereka, gw rasa total nya bisa dituker sama payung dan piring cantik. Gak ngerti sama becandaan tenar ini? Itu pasti karena lu terlalu BULE! Gak asik lo, keluar dari Indonesia sekarang juga!

Malem ini kita akan membahas issue yang pasti tidak asing lagi di kalangan anak perantau, specifically yang keluar negeri. Tujuan dari diketiknya postingan ini bukan buat ngebelain budaya mana yang lebih patut dicontoh atau gak. Topik ini dibahas supaya bikin orang-orang ngerti bahwa there is such thing yang namanya "culture shock" pas kita balik ke negara kita sendiri.

Jujur sih... pas awal-awal gw dibilang kayak bule, gw lumayan seneng. Karena gw berpikir mungkin mata gw perlahan berubah jadi warna biru dan rambut jadi warna pirang semakin kece (rambut pirang macam trio macan). Tapi lama-kelamaan gw ngerasa risih pas gw kasih pendapat and langsung di label "Susah sih yaa, lu kelamaan di luar sih jadinya udah kebarat-baratan." 

Nah kalo udah digituin, gw mau ngomong apa aja susah deh. Mulai dari soal kerjaan sampe agama aja, gw kayak dilabel semacam alien. Well... ngomong serius tentang hal ini, gw akhirnya sering merenung... Apa bener cara mikir gw jadi kayak bule? Tapi kalo iya, kenapa kok yang ditekankan kayak nya perspektif yang negatif ya? Dan apa budaya timur itu selalu paling bener?

Setelah melewati berbagai diskusi sama teman-teman senasib, berikut rangkuman dari gue:

1. BULE VS AZIAN
Bokap gw pernah bilang, kalo gw sampe jadian sama orang bule... mending gw jangan balik ke Indo sampe gw menyudahi hubungan terlarang itu. Untungnya gw gak pernah jadian sama bule karena gw kurang hot kayaknya untuk mereka. Tapi menurut gw... SEMUA culture itu selalu ada lebih kurang nya. Gw gak mau jelasin detail pros and cons nya karena itu personal preference. Gw cuma bersyukur untuk bisa compare dua culture yang kadang bikin otak gw mau pecah, hati galau dan kadang hilang identitas. At least gw bisa belajar good sides from each culture and avoid bad sides nya.

Untuk yang selama ini punya pandangan negatif banget mengenai budaya barat, ini saran gw. PERTAMA, please stop nonton bioskop Indonesia yang gak berbobot dan stereotype budaya barat secara gak responsible. Serius, gw pernah nonton satu cinema Indonesia - Sorry, gak bisa sebutin nama film nya, let's say judulnya "Adinda Anak Blasteran yang Binal". Masa isi film nya cuma kasih liat kalo anak-anak yang terekspos budaya barat itu pasti mabok-mabokan terus free sex, etc???!

Pernah juga dong denger parents yang dengan semangat bilang mereka gak mau kirim anak mereka keluar negeri nanti mereka jadi "rusak" (yah elah, robot kali rusak) Gw cuma bisa bilang... yes, faktor umur emang pengaruh buat lepasin anak idup mandiri atau gak. Tapi kalo emang dari dasar nya tuh anak perantau iman nya kaga kuat dan fondasi idup nya dari pasir, gak usah nunggu dikirim keluar negeri juga bakal rusak. Orang mau ngelakuin hal gak bener tuh bisa dimana aja. Sama kayak pacar selingkuh. Mau lu monitor hape nya pake bantuan CIA juga kalo emang otak nya binal, yah bisa aja selingkuh pake jasa surat burung merpati *udeeeh, pacaran ama es krim satu liter aja

KEDUA, satu hal yang paling gw appreciate dan learn most dari tinggal di Aussie adalah culture yang kasih kita opportunity buat cari passion kita. Dulu pas gw SMA di Indo, gw dilabel bego karena pelajaran gw nilai nya jelek mulu, suka bolos, dan suka berantem ama pihak yang bertanggung jawab di Tata Usaha (hahahaha ini sih intermezzoooo). Cuma setelah gw menimba ilmu di Aussie, gw bisa dengan confident bilang gw gak BEGO! And gak ada orang yang dilahirkan tuh bego.

Nilai gw selama ini jelek karena apa yang diajarin selama sekolah di Indo ya gak relevant buat gw, gw gak suka, beberapa guru nya talking shits most of the time dan mereka gak bisa appreciate different talents yang ada di murid mereka. Sorry gw mesti ngomong harsh karena menurut gw kebanyakan cara ngedidik di budaya Asia yah begitu, cuma boleh nurut tapi gak berpikir kritis. Kalo lu start mempertanyakan sesuatu, lu bakal langsung dibilang kurang ajar. C'mon, itu gak kurang ajar. Itu namanya kita lagi pake otak kita.

Jadi menurut gw untuk para pembaca yang masih sering "nge-label" sembarangan anak-anak perantau dari luar negeri, coba dikurangi tontonan film gak berbobot nya. Coba merenung... mungkin perlu lebih banyak buka telinga lebar-lebar dan belajar untuk lebih open-minded. Kalo masih sering nge-label para anak perantau dari luar negeri karena emang ada bukti nya dari contoh film yang gak berbobot itu, silahkan judge mereka. Yang pasti gw sih gak begitu. Karena tiap weekend gw gak mabok-mabokan. Gw menikmati malam minggu dengan nonton film Dono, Kasino, Indro yang nyebur ke empang *BACKSOUND NYA MANA *PAMPAM PORAM PARAE

2. YES, WE DO CHANGE
Nah ini nih agak ribet merangkai kata-kata nya tapi gw berusaha sebaik mungkin untuk gak terdengar jadi kayak Cinta Laura. Berdasarkan dari pengalaman sendiri, setiap gw balik liburan ke Indo tuh pasti ada bittersweet nya. Sweet nya yah makanan 24 hours non stop tiap gw laper, ada mbak, ketemu anjing gw, dll. Tapi bitter nya selalu berasa setiap gw catch up ama temen-temen gw, balik ke rumah dan gw even feel strange di rumah gw sendiri.

Gw percaya pasti bukan cuma gw doang anak perantau yang ngalamin ini. Karena setiap gw tidur di kamar gw... sendirian... nah disitu lah pertanyaan tentang hidup dan jati diri bermunculan. Ada beberapa temen deket senasib yang gak bisa gw sebutkan namanya pernah ngalamin hal yang sama setiap mereka balik mengunjungi negerti tercinta. Dan kebanyakan dari mereka komentar hal yang sama:

"Gw bingung sih gimana jelasin feeling culture shock gak jelas kayak gini. Nanti dikira mau sok bule dan temen-temen atau family gw pun bakalan bingung."

Pake dari pengalaman gw, gw sendiri gak tau seberapa jauh gw udah berubah dari terakhir gw balik ke Indo (berat badan sih makin naik yah haha). Anyway, menurut gw yang namanya proses berubah itu selalu out of our comfort zone - walaupun itu bisa berubah jadi lebih baik atau buruk. Cuma baik atau buruk itu pun subjektif banget, cuma lu yang tau apa lu berubah ke arah mana. Contoh, di Aussie gw bisa jadi lebih outspoken karena culture nya disini emang orang di encourage untuk lebih honest dalam ekspresi in thoughts mereka. Kalo gw bingung di kelas dan banyak nanya (yang berbobot tentu nya, bukan tanya guru nya udah makan apa belon), pasti guru gw dengan sangat senang menjawab.

Lah coba gw kayagitu di Indo? Beberapa orang mungkin oke sama hal itu, tapi belum tentu majority di Indo mikir itu hal yang terpuji dan mulia. Yang ada gw bisa aja di cap ga sopan karena kebanyakan mempertanyakan apa yang udah dijelasin sama orang yang "know-it-all". Atau bisa aja gw di-bully di kelas kalo start nanya kenapa dunia ini bundar dan apel jatoh ke bawah - macam murid yang addicted sama belajar.

Overall, gw bisa bilang... iya gw berubah. Dan mungkin itu jadi something yang gak begitu comfortable buat orang-orang di sekitar gw karena it feels strange. Tapi dengan sembarangan nge-label seseorang jadi berubah karena mereka sok bule itu salah satu statement yang gak educated dan ignorant. Menurut gw, seseorang itu berubah personality nya atau pemikiran nya (whatever it is) karena emang udah ada "bibit" itu di dalam diri mereka. It's just emang lingkungan nya aja yang bikin "bibit" itu makin flourish.

Contoh... sebut aja nama nya Bunga. Pas masih di Indo, Bunga selalu bersih dan rapi setiap saat. Bunga selalu jadi ketua piket dari dia lahir sampe lulus sekolah dan terkenal dengan keahlian nya untuk menjaga panjang bulu ketiak agar tidak melebihi batas lengan seragam. Tiba-tiba pas sekolah ke Amrik dan jadi perantau selama 10 tahun, dia akhirnya memecahkan rekor dunia dan punya panjang bulu ketiak sampe sepanjang mata kaki nya sendiri.

Paling gampang ya pasti nyalahin budaya bule yang bebas dan udah bikin Bunga bersama bulu ketiak nya jadi meliar. Tapi ternyata Bunga selalu ada passion terpendam kalo dia itu ngerasa bulu ketiak adalah "mahkota wanita", bukan rambut yang ada di kepala. Dan dia ngerasa lebih beautiful untuk pelihara bulu ketiak daripada rambut yang ada di kepala. Tapi selama dia sekolah di Indo, papa mama nya plus lingkungan di sekitar nya selalu pressure dia untuk jadi ketua piket yang bersih dan rapi.

Perumpamaan gw emang agak sampah, tapi semoga deeper meaning nya sampe ke otak kalian. Orang itu berubah - mau dimana pun budaya atau negara mereka tinggal- pasti banyak banget faktor nya. Menurut gw orang yang akhirnya "berubah" di mata kita malahan perlu dijadiin opportunity buat belajar dari background dan pengalaman mereka. Yang bahaya itu malah kalo kita tetap nyaman terlalu lama di sikap and cara pikir yang sama dan selalu mikir bahwa kita itu selaluuuu benar!

So... conclusion dari postingan malam ini adalah cari lah teman senasib setiap lagi liburan ke Indo untuk bisa diskusi and cheer you up. Plus, don't expect too high setiap balik ke Indo walaupun itu judulnya lagi "liburan". Sayangnya kita gak bisa libur dari status kita jadi "anak" di rumah parents kita, dimana akhirnya kita ngeliat lagi real family situation di Indo. Kita gak tau what's really going on selama kita pergi and at the end, kita akhirnya harus belajar (lagi) gimana rasanya tinggal bareng family kita.

Tentang part "WE DO CHANGE", gw rasa orang-orang di sekitar anak perantau bisa aja melontarkan komentar yang agak judging karena mereka belom siap ngeliat para anak perantau akhirnya jadi adult - buat decide, punya keputusan dan tanggung jawab sama pandangan nya sendiri.

Gw selalu ngebayangin kayak Mochi kalo dia bisa ngomong. Misalnya, gw udah rawat Mochi dari kecil dan akhirnya Mochi gw sekolahin ke kampus anjing unggulan di kota gong-gong meong. Terus setelah 2 tahun gak ketemu, gw gak tau detail life events apa aja di hidup dia yang udah shape dia for the way she is now. Terus pas balik ke rumah buat liburan, Mochi yang dulunya pemalu sekarang jadi lebih bisa mengekspresikan apa yang dia suka dan dia gak suka. Well, perubahan nya not necessarily bad. Tapi gw yakin gw pasti need some time buat adapt dan accept bahwa Mochi bukan lagi Mochi pemalu dan patuh yang terakhir gw kenal.

I guess... entah yang pergi atau yang ditinggalkan, pasti semua ada struggle nya masing-masing. Kalo gw balik Indo lately, jujur gw a bit upset karena ngeliat parents yang makin tua, pikun dan seperti anak kecil lagi. Itu sometimes kayak digampar sama realita bahwa gw sudah adult dan gak bisa ngarep mereka terus-terusan ngurusin gw. One day, there will be my turn untuk gw yang jagain mereka kayak mereka jaga gw pas gw serupa anak iblis (berarti papa mama gueee juga i........... okay). 

The best thing kalo udah mentok banget sama mixed up feeling sindrom anak perantau adalah... don't think too much about the past or the future. Just enjoy the present karena one day kita pasti bakal kangenin masa-masa kita liburan and being useless di Indo :p

GOOD NIGHT!

Our dilemma is that we hate change and love it at the same time; what we really want is for things to remain the same but get better. 

-Sydney J. Harris